Bangkalan, Treenews.id- Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bangkalan turut menolak penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 melalui Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).
Sebelumnya pada tanggal 20 Februari 2023 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terlebih dahulu melayangkan surat penolakan dan penghentian Sirekap ke KPU RI dan disusul oleh PKS dengan Surat Nomor B-10/K/SEK-PKS/2024 yang ditandatangani oleh Sekjen PKS Aboe Bakar Al Habsyi pada 16 Februari 2024.
Ketua DPD PKS Bangkalan, Akhmad Moestamin mengatakan, bahwa Sirekap dinilai tidak efektif karena diduga terdapat kesalahan pada sejumlah hasil penghitungan suara. Selain itu Sirekap mengakibatkan kerugian terhadap peserta pemilu.
"Kita coba sosialisasikan terlebih dahulu ke jajaran struktural partai, kemudian untuk tindak lanjutnya kita masih menunggu arahan dari DPW dan DPP untuk melanjutkan surat itu sebagai surat resmi ke KPU maupun Bawaslu," Ujarnya, Jum'at (23/02/24).
Gerakan tersebut harus menjadi gerakan Nasional sebagai bentuk respon terhadap ketidakseimbangan pesta demokrasi. Ia menilai jika sirekap gagal dalam alat bantu penghitungan suara di TPS dan rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
"Selain itu untuk menyelamatkan suara kita, termasuk diantaranya ada salah satu kejadian di kalimantan dengan mengacu pada sirekap itu malah hilang kursi kita. Padahal secara manual harusnya dapat kursi," Ucapnya.
Menurutnya data yang berada di Sirekap dinilai tidak valid dan berbeda dengan hasil versi manual. Hal tersebut juga menyebabkan banyak versi hasil pemilu sehingga membuat kegaduhan publik.
"Lagi pula di peraturan undang-undang kan juga tidak ada yang namnya penghitungan pakai aplikasi, malah yang ada itu di hitung secara manual dan kita cukup mengaju pada undang-undang saja meskipun ini dinamis lah," Tuturnya.
Bahkan dirinya telah membuktikan kinerja Sirekap tersebut pada TPS yang berada di Kecamatan Kamal, namun hasil dari rekapitulasi salah.
"Punya saya sendiri itu malah berkurang yang harusnya di angka 78 ini malah 35 kan kacau. Jadi menurut saya boleh boleh saja sirekap ini, namun jangan jadikan acuan untuk menetapkan calon terpilih," Tukasnya.
Sementara itu, Idham Holik, Komisioner KPU RI dalam keterangan persnya mengatakan, jika sirekap ini merupakan alat bantu, jadi tidak benar apabila masyarakat menyebutnya sebagai alat penentu.
"Dalam undang-undang pemilu telah tegas bahwa hasil resmi penghitungan suara itu berdasarkan hasil rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang dan saat ini sedang berlangsung mulai tingkat PPK sampai ke KPU RI itu batas waktunya 35 hari," Pungkasnya.
_(Ga/Sat/Luv)_